Definisi Patofisiologi Nausea & Vomitus

Definisi Patofisiologi Nausea & VomitusPengertian mual (nausea), muntah (vomitus), serta fenomena yang berkenaan yaitu utama untuk penilaian yang benar serta penyembuhan beberapa gejala pada pasien, terlebih yang terima perawatan paliatif. Hal semacam ini lantaran arti ini keduanya kurang dipahami serta kerap salah dalam pemakaiannya.


Apakah itu mual serta apakah itu muntah?


Mual yaitu pengalaman yang sekalipun subyektif, didefinisikan juga sebagai sensasi yang selekasnya mendahului muntah. Pasien menyebutkan bahwa mereka terasa seakan-akan bakal muntah, atau melukiskan sensasi seperti terasa tak nyaman atau sakit perut.

Muntah yaitu momen fisik yang sangatlah khusus, didefinisikan juga sebagai evakuasi isi lambung yang cepat serta dengan cara paksa dengan alur balik dari perut hingga serta keluar dari mulut. Muntah umumnya, tetapi tidak selamanya, dilanjutkan lagi dengan mual. Muntah sifatnya berkali-kali di mana berlangsung kontraksi aktif otot-otot perut yang membuahkan desakan yang mengakibatkan evakuasi isi perut. Muntah bisa berlangsung tanpa ada keluarnya isi lambung dari mulut, dikatakan sebagai nafas kering (dry heaves), hal semacam ini merujuk pada gerakan pernapasan spasmodik dikerjakan dengan glotis tertutup.

Mual serta muntah butuh dibedakan dari :

  • Regurgitasi – sifatnya pasif, aliran retrograde isi esofagus ke mulut. Regurgitasi berlangsung dengan gastroesophageal reflux atau penyumbatan esofagus.
  • Ruminasi – masalah makan yang kerap dibingungkan dengan keadaan muntah. Ruminasi berlangsung berkali-kali sesudah makan, tak dengan diawali mual, serta tak berkenaan dengan fenomena fisik umumnya yang mengikuti muntah.
  • Dispepsia – nyeri kritis atau berulang atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut sisi atas. Dispepsia bisa diklasifikasikan jadi dispepsia struktural (terkait dengan asam) serta fungsional (berkenaan dismotilitas). Dispepsia fungsional pada pasien kanker dimaksud sindrom dispepsia yang berkenaan kanker (cancer-associated dyspepsia syndrome), ditandai dengan mual, cepat kenyang, terasa penuh post-prandial, serta nyeri.

Fisiologi Muntah


Bagaimanakah sistem terjadinya mual serta muntah?. Muntah umumnya dihadapi dalam rangkaian 3 momen, yang hampir kebanyakan orang sudah alami :

Mual umumnya berkenaan dengan penurunan motilitas lambung serta penambahan tonus di usus kecil. Diluar itu, kerap berlangsung pembalikan gerakan peristaltik di usus kecil proksimal.

Nafas kering (dry heaves) merujuk pada gerakan pernapasan spasmodik dikerjakan dengan glotis tertutup. Sesaat ini berlangsung, antrum kontrak perut serta fundus serta kardia relax. Studi dengan kucing sudah tunjukkan bahwa sepanjang muntah-muntah berlangsung herniasi balik esofagus perut serta kardia ke rongga dada lantaran desakan negatif yang diakibatkan oleh usaha ide dengan glotis tertutup.

Emesis yaitu saat isi usus lambung serta kerap dalam jumlah kecil didorong hingga serta keluar dari mulut. Ini hasil dari rangkaian peristiwa yang sangatlah terkoordinasi yang bisa digambarkan dengan beberapa langkah tersebut (janganlah mempraktekkannya di depan umum) :

  • Ambillah napas dalam-dalam, glotis tertutup serta laring dinaikkan untuk buka sfingter esofagus sisi atas. Sesaat, palatum molle dinaikkan untuk tutup nares posterior.
  • Diafragma dikontraksikan ke bawah untuk membuat desakan negatif di dada, yang memfasilitasi pembukaan esofagus serta sfingter esofagus distal.
  • Berbarengan dengan gerakan ke bawah diafragma, otot-otot dinding perut dengan penuh semangat dikontraksikan, meremas perut serta dengan hal tersebut tingkatkan desakan intragastrik. Dengan pilorus ditutup serta kerongkongan yang relatif terbuka, rute dari jalur keluar isi perut bakal lebih terang.

Rangkaian momen yang diterangkan itu nampaknya jadi khas untuk manusia serta hewan, namun tak dapat dijauhi. Emesis kerap berlangsung mendadak serta terkadang tidak ada sinyal tanda, kondisi ini kerap dikatakan sebagai muntah proyektil. Pemicu umum muntah proyektil yaitu obstruksi lambung, kerap adalah akibatnya karena mengkonsumsi benda asing.

Ada pula variabilitas yang cukup besar pada spesies, dalam kecenderungan terjadinya muntah. Tikus dilaporkan tak muntah, hewan ternak serta kuda tidak sering muntah, bila ini berlangsung umumnya adalah tandanya jelek serta seringkali disebabkan distensi lambung akut. Karnivora seperti anjing serta kucing kerap muntah. Manusia ada pada yang ekstrem serta menarik, ada individu yang nampaknya tak dapat muntah lantaran kelainan bawaan di pusat-pusat muntah dari batang otak.

Patofisiologi mual serta muntah lantaran penyakit hematologi

Sensasi berbentuk mual dikarenakan oleh stimulasi dari satu atau kian lebih empat system yakni :

  • Aferen visceral dari saluran pencernaan (vagus atau saraf simpatis) – sinyal-sinyal ini menginformasikan otak tentang keadaan seperti distensi gastrointestinal serta iritasi mukosa.
  • Aferen visceral dari luar saluran pencernaan – tanda dari saluran empedu, peritoneum, hati serta beragam organ lain. Impuls ke pusat pusat muntah menuturkan bagaimanakah, umpamanya, batu di saluran empedu bisa mengakibatkan muntah.
  • Aferen dari pusat extramedulla di otak (system vestibular), rangsangan psikis spesifik (bau, rasa takut), serta trauma otak bisa mengakibatkan muntah.
  • Kemoreseptor trigger zone di ruang postrema (medulla) basic ventrikel ke empat, atau pusat-pusat yang lebih tinggi di system saraf pusat (SSP).

Saluran pencernaan bisa aktifkan pusat muntah oleh stimulasi mekanoreseptor atau kemoreseptor pada glossopharyngeal atau aferen vagal (saraf kranial IX serta X) atau mungkin dengan pelepasan serotonin dari beberapa sel usus enterochromaffin, yang pada gilirannya merangsang reseptor serotonin (5-HT3) pada aferen vagal. System vestibular aktifkan pusat muntah bila dirangsang oleh gerakan atau penyakit (umpamanya labyrinthitis) atau saat sensitif oleh obat-obatan (umpamanya opioid). Reseptor Histamin (H1) serta Asetilkolin M1 nampak pada aferen vestibular. Toksin endogen atau eksogen yang lewat darah bisa aktifkan kemoreseptor di postrema lantai ventrikel ke empat lewat type reseptor dopamin 2. Pada akhirnya, pusat SSP yang lebih tinggi bisa aktifkan atau menghalangi pusat muntah. Diluar itu, mungkin saja ada aktivasi segera reseptor H1 pada meninges sekunder untuk tingkatkan desakan intrakranial.

Neurofarmakologi - Emesis lantaran kemoterapiNeurofarmakologi – Emesis lantaran kemoterapi


Agen kemoterapi mengakibatkan muntah masih tetap tak seutuhnya dipahami, namun mekanisme yang paling mungkin saja dipercaya seperti stimulasi kemoreseptor trigger zone. Pemicu lain mual serta muntah pada pasien hematologi meliputi stimulasi dari korteks serebral, gastritis serta gastroesophageal reflux disease, pengosongan lambung terlambat, radiasi enteritis, sembelit, kandidiasis esofagus, ada sistem telinga sisi dalam, hipoadrenalisme, hiperkalsemia, pergantian rasa serta bau, serta mual antisipatif.

Walau ruang aksi emetik dari agen kemoterapi belum teridentifikasi, agen pemblokiran diarahkan pada type reseptor serotonin 3 (reseptor 5-HT3), reseptor dopamin (D2), serta reseptor neurokinin (nk1) yang sudah efisien dalam menghalangi chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV). Pusat yang lebih tinggi di otak, seperti korteks, juga dipercaya ikut serta dalam membuahkan anticipatory nausea and vomiting (ANV). Therapy kognitif, dan anti ansietas serta agen amnesik, bisa memberi antiemesis yang efisien.

Referensi
Hematology – Basic Principles and Practice, 6th ed. Hoffman
Journal of Clinical Interventions in Aging

wdcfawqafwef